MAJENE – Sistem pemerintahan yang dijalankan Pemerintah Kabupaten Majene dinilai makin amburadul, khususnya dalam hal kepatuhan terhadap aturan Perundang-undangan yang berlaku.
Hal itu tampak pada pengiriman draf rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Pemkab Majene tahun 2024 yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), namun ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (Sekda) selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Padahal, sesuai regulasi surat tersebut harusnya ditandatangani oleh Bupati, setidaknya jika berhalangan, maka yang bertandatangan adalah Wakil Bupati.
Wakil Ketua II DPRD Majene Adi Ahsan, mengungkap keanehan dalam mekanisme pengiriman draf KUA PPAS yang diajukan pihak eksekutif kepada legislatif yang dianggap tidak sesuai regulasi, khususnya Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 84 Tahun 2022, serta Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019.
“Regulasi itu mengamanatkan bahwa Ketua TAPD bersurat kepada Bupati, kemudian berdasar surat itu Bupati menyampaikan surat ke Pimpinan DPRD. Bukan malah Ketua TAPD yang langsung bersurat ke DPRD. Salah itu,” kesal pria yang akrab disapa A2 ini kepada sejumlah awak media di salah satu Cafe ternama di Majene, Kamis (27/07/2023).
Adi Ahsan menyebut, Kepala Daerah menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan RKPD dengan mengacu pada pedoman penyusunan APBD. Apalagi, sesuai Permendagri 84/2022, jika kepala daerah berhalangan, maka kewenangan dapat dilimpahkan kepada Wakil Kepala Daerah.
“Namun, perdebatan muncul ketika pada tanggal 14 Juni 2023 penyerahan draf rancangan KUA PPAS disampaikan ke DPRD, tapi anehnya yang bertandatangan adalah Sekda selaku Ketua TAPD, bukan kepala daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai tindakan yang terlalu berani sebab tidak sesuai regulasi yang berlaku,” ujar pria yang juga Ketua Bappilu Golkar Majene ini.
Adi Ahsan kembali menegaskan, jika ketentuan yang berlaku jelas menyebutkan bahwa kepala daerah yang seharusnya menyampaikan draf rancangan KUA PPAS secara tertulis kepada DPRD, bukan malah Ketua TAPD.
Pria bersuara lantang ini juga mengakui, bahwa dirinya bersama beberapa anggota DPRD Majene lainnya telah mencoba membangun komunikasi dengan Pemkab Majene dengan mengirim undangan kepada Bupati, Wakil Bupati, Sekda, bagian keuangan, dan Bappeda untuk melakukan rapat dalam membangun kesepahaman agar kebijakan yang dilahirkan kedua lembaga ini lebih taat pada regulasi.
Hanya saja, yang hadir dalam rapat itu selalu pihak yang mewakili penentu kebijakan.
“Pemerintah daerah itu pelaksana program kebijakan daerah, sementara DPRD adalah pengawas program kebijakan daerah. Yah, kalau tidak mau diawasi, silahkan jalan sendiri,” timpalnya.
Menurutnya, DPRD Majene tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan, apakah akan membahas atau tidak draf rancangan KUA PPAS dalam waktu dekat, sebab ada gelagak Pemkab Majene yang kurang menghargai DPRD selaku mitra kerja sejajar.
“Sejatinya Pimpinan DPRD, bupati, dan wakil bupati dianggap sejajar dan sama-sama mengelola pemerintahan,” pungkasnya.
Respon (1)